BATUBARA
3.1 Pengertian
Batubara
Beberapa ahli telah mencoba
memberikan definisi batubara yaitu:
a.
Menurut Spackman (1958) Batubara adalah
suatu benda padat karbonan berkomposisi maseral
tertentu.
b.
Menurut The lnternational Hand Book of Coal Petrography (1963)Batubara adalah batuan sedimen yang
mudah terbakar, terbentuk dari sisa-sisa
tanaman dalam variasi tingkat pengawetan, diikat oleh proses kompaksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan
pada kedalaman yang bervariasi, dari dangkal
sampai dalam.
c.
Menurut Thiessen (1974) Batubara adalah suatu benda padat yang kompleks, terdiri dari bermacam-macam
unsur kimia atau merupakan benda padat
organik yang sangat rumit.
d.
Menurut Achmad Prijono, dkk. (1992) Batubara adalah bahan bakar hydro-karbon padat yang terbentuk dari
tumbuh-tumbuhan dalam lingkungan
bebas oksigen dan terkena pengaruh temperatur serta tekanan yang berlangsung sangat lama.
Dari beberapa sumber diatas, dapat
dirangkum suatu definisi yaitu:
Batubara adalah berupa sedimen organik bahan bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan
yang telah mengalami pembusukan
secara biokimia, kimia dan fisika dalam kondisi bebas oksigen yang berlangsung pada tekanan serta temperatur tertentu pada kurun waktu yang sangat lama.
Sampai pada abad ke 20, para ahli
kimia hanya mengetahui sedikit tentang
komposisi dan struktur molekul dari beragam jenis batubara, dan hingga 1920, mereka masih meyakini bahwa
komposisi batubara terutama didominasi
oleh karbon yang dicampur dengan hidrogen, dan dengan beberapa impurities(zat pengotor). Dua metode analisis dan
pemisahan batubara yang mereka
gunakan, diantaranya adalah destilasi destruktif dan ekstraksi pelarut menunjukkan bahwa batubara hanya
mengandung karbon, dan
konsentrasi hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur yang lebih sedikit. Adanya kandungan senyawa
anorganik seperti aluminium dan silikon
oksida akan menghasilkan abu pada hasil pembakaran batubara. Proses destilasi akan menghasilkan tar,
air, dan gas. Hidrogen merupakan komponen
utama dari gas yang dihasilkan, walaupun amonia, gas karbon monoksida dan dioksida, benzen dan
beberapa uap gas hidrokarbon juga terbentuk.
3.2 Proses Terbentuknya
Batubara
Batubara terbentuk dari tanaman yang telah tertimbun di dalam
tanah dan terjaga pada tekanan
yang tinggi dan pemanasan dalam jangka waktu yang
lama. Tanaman mengandung kandungan selulosa yang tinggi. Setelah tanaman dan pepohonan tersebut tertimbun
dalam jangka waktu tertentu di dalam
tanah akan terjadi perubahan kimia yang merendahkan kadar oksigen dan hidrogen dari molekul selulosa
tersebut . Para pakar geologis meyakini bahwa
proses pengendapan batubara di dalam tanah terbentuk
sekitar 250- 300 juta tahun yang lalu,
ketika sebagian besar bumi masih dilapisi
oleh hutan dan pepohonan yang
lebat. Pohon dan tanaman tersebut akan mengalami proses regenerasi dimana bagian dari tanaman yang berguguran akan
tertimbun dalam lapisan tanah, dan proses ini akan mengakibatkan penurunan
kadar oksigen dan hidrogen secara bertahap pada molekul.
Selama
degradasi dari tanaman yang telah mati, dekomposisi dari protein, pati, dan
selulosa lebih cepat daripada dari bahan kayu. Pada berbagai tingkat, dan
dengan berbagai kondisi iklim yang berbeda, konstituen dari tanaman akan
terdekomposisi dalam kondisi aerob membentuk karbon dioksida, air, dan ammonia.
Proses ini disebut “humifikasi” dan akan membentuk gambut. Gambut ini kemudian
tertutup oleh lapisan sedimen, tanpa adanya udara, dan karenanya tahap kedua
dari proses pembentukan batubara terjadi dalam kondisi anaerob. Pada tahap
kedua, proses gabungan antara temperatur, tekanan, dan waktu akan mengubah
lapisan gambut menjadi brown coal ( lignit), dan kemudian sub-bituminus, dan
kemudian membentuk antrasit. Jenis-jenis batubara ini umumnya disebut dengan
batubara hitam ( black coals). Dalam kondisi yang paling basah ( lembab) akan
dihasilkan batubara dengan mutu yang paling rendah, batubara coklat ( lignit).
Pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi dan dengan waktu yang cukup, akan
membentuk batubara subbituminus, dan bahkan membentuk antrasit.
Ada
2 teori yang menerangkan terjadinya batubara (Krevelen, 1993) yaitu :
1.
Teori In-situ
Pada Teori ini Batubara
terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara
tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ
biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan
tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut,
dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan
akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik. Batubara yang
dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik. Penyebaran batubara
jenis ini sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di wilayah Muara Enim,
Sumatera Selatan
2. Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau
pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut
terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya
terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak
menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor
(kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari
dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia
(pembatubaraan). Kualitas batubara yang dihasilkan dari proses ini tergolong
kurang baik karena tercampur material pengotor pada saat proses
pengangkutan. Penyebaran batubara ini tidak begitu luas, namun dapat
dijumpai di beberapa tempat seperti di lapangan batubara delta Mahakam Purba,
Kalimantan Timur.
Setelah tumbuhan-tumbuhan pembentuk tadi
mati, lalu berakumulasi maka terjadilah proses pembentukan batubara melalui dua
tahapan, yaitu
1. Proses humification
/ peatification (humufikasi / penggambutan)
Pada daerah yang berkondisi basah, tumbuh-tumbuhan mati
tersebut akan mengalami dekomposisi dan pembusukan akibat adanya aktivitas
berbagai prganisme. Organisme yang berperan paling awal adalah organisme
aerobik seperti jamur, serangga dan bakteri aerobik, lalu bila tumbuhan mati
tersebut terrimbun sehingga organisme aerobik tidak dapat lagi bekerja, maka
organisme anaerobik mulai berperan sehingga akan terjadi proses perubahan
menjadi gambut. Gambut merupakan tahapan sebelum terbentuknya batubara. proses
penggambutan sebenarnya merupakan proses biokimia yang meliputi hidrolisis,
oksidasi dan reduksi oleh adanya bakteri dan jamur. Proses ini dimulai dengan
teroksidasinya tumbuhan mati oleh organisme aerobik. Lalu unsur-unsur
hidrokarbon yang terdapat pada tumbuhan mati tersebut akan terekstrasi sehingga
akan tersisa suatu zat / substansi yang memiliki kandungan karbon dan oksigen
yang tinggi. Dengan kata lain tahap penggambutan adalah tahap dimana
sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen
(anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu
tergenang air pada kedalaman 0,5 - 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini
melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk
menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi
gambut (Gambar 1.1) (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara
2. Proses coalification
(Pembatubaraan)
Proses pembatubaraan
dimulai setelah gambut telah terbentuk tertimbun oleh lapisan-lapisan sedimen.
Proses ini terbagi menjadi dua tahapan, yaitu tahapan biokimia dan geokimia.
Dengan kata lain proses ini merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika
yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya,
temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach,
1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat,
sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit
Susilawati 1992). Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan
temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi
terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan
tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu
atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu dalam skala
waktu geologi. Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan
material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus,
bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Gambar 1.2 Skema Pembentukan Batubara
Berdasarkan skema
tersebut, Batubara dapat digolongkan menjadi empat jenis tergantung dari umur
dan lokasi pengambilan batubara, yakni lignit, subbituminous, bituminous, dan
antrasit, dimana masing- masing jenis batubara tersebut secara berurutan
memiliki perbandingan C : O dan C : H yang lebih tinggi. Antrasit merupakan
batubara yang paling bernilai tinggi, dan lignit, yang paling bernilai rendah
(Gambar 1.2).
1. Lignit
Disebut juga
brown-coal, merupakan tingkatan batubara yang paling rendah, dan umumnya
digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik.
2. Subbituminous
Umum digunakan
sebagai pembangkit listrik tenaga uap. Subbituminous juga merupakan sumber
bahan baku yang penting dalam pembuatan hidrokarbon aromatis dalam industri
kimia sintetis .
3. Bituminous
Mineral padat,
berwarna hitam dan kadang coklat tua, sering digunakan dalam pembangkit listrik
tenaga uap (Tabel 1.1).
4. Antrasit
Merupakan jenis
batubara yang memiliki kandungan paling tinggi dengan struktur yang lebih keras
serta permukaan yang lebih kilau dan sering digunakan keperluan rumah tangga
dan industri (Tabel 1.1).
Komposisi Elemen dari Beberapa tipe Batubara
|
|||||
Persentase Massa
|
|||||
Jenis Batubara
|
%C
|
%H
|
%O
|
%H2O
|
% Volatile matter
|
Lignit
|
60-75
|
5-6
|
20-30
|
50-70
|
45-55
|
Subbituminous
|
75-80
|
5-6
|
15-20
|
25-30
|
40-45
|
Bituminous
|
80-90
|
4-5
|
10-15
|
5-10
|
20-40
|
Antrasit
|
90-95
|
2-3
|
2-3
|
2-5
|
5-7
|
Tabel 1.1 Komposisi
Elemen dari Beberapa tipe Batubara
3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan
Batubara
Cara terbantuknya batubara melalui proses yang
sangat panjang dan lama, disamping dipengaruhi faktor alamiah yang tidak
mengenal batas waktu terutama ditinjau dari segi fisika, kimia ataupun
biologis. Faktor-faktor tersebut (Hutton dan Jones, 1995) antara lain
1. Posisi Geoteknik
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan
cekungan sedimentasi yang keberadaanya dipengaruhi oleh gaya tektonik lempeng.
Posisi geoteknik dapat mempengaruhi struktur cekungan batubara, iklim lokal,
topologi dan morfologi serta kecepatan penurunan gambut. Semakin dekat cekungan
sedimentasi batubara yang terbentuk atau terakumulasi, terhadap posisi kegiatan
tektonik lempeng, maka kualitas batubara yang dihasilkan akan semakin baik.
2. Keadaan Topografi
Daerah tempat tumbuhan berkembang biak merupakan
daerah yang relatif mempunyai ketersediaan air. Tempat tersebut mempunyai
topografi yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang ada di
sekelilingnya. Makin luas daerah dengan topografi rendah, maka makin banyak
pula tanaman yang tumbuh, sehingga makin banyak bahan pada pembentukan
batubara. Apabila keadaan topografi daerah dipengaruhi pleh gaya tektonik,
baik yang mengakibatkan penaikan ataupun penurunan topografi, maka akan
berpengaruh pula terhadap luas tanaman yang merupakan bahan utama sebagai bahan
pembentuk batubara. Hal ini merupakan
salah satu faktor yang mengakibatkan penyebaran batubara berbentuk seperti
melensa.
3. Iklim Daerah
Iklim
sangatlah berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Didaerah yang berilklim
tropis, hampir semua tanaman dapat hidup yang dikarenakan tingkat curah hujan
dan ketersediaan matahari sepanjang waktu yang memungkin tanaman tumbuh dengan
cukup baik. Oleh karena itu, didaerah yang beriklin tropis pada masa lampau
sangatlah memungkinkan didapatkan endapan batubara dalam jumlah banyak,
sebaliknya pada daerah yang beriklim subtropics mempunyai endapan batubara yang
relative lebih sedikit.
4. Proses Penurunan Cekungan
Sedimentasi
Cekungan
sedimentasi yang ada di alam relative dinamis, artinya dasar cekungan akan
mengalami proses penurunan atau pengangkatan. Makin sering dasar cekungan
sedimentasi mengalami proses penurunan, maka batubara yang terbentuk akan
semakin tebal.
5. Umur Geologi
Zaman
Karbon (± 350 juta tahun yang lalu), merupakan awal munculnya
tumbuh-tumbuhan di dunia. Sejalan dengan proses tektonik yang terjadi, daerah
tempat tumbuhnya tanaman telah mengalami proses coalification cukup
lama, sehingga menghasilkan mutu batubara yang sangat baik. Jenis batubara
dengan jenis ini banyak dijumpai di belahan bumi bagian Utara. Contohnya:
Amerika Utara dan Eropa (pada kedalam 3 mil yang membentang dari Scotlandia
sampai Selesia (Polandia). Batubara di Indonesia, didapatkan di cekungan
sedimentasi yang berumur Tersier (± 70 juta tahun yang lalu). Dalam kurung
waktu tersebut, proses coalification belum terjadi secara sempurna. Hal ini
mengakibatkan kualitas batubara di Indonesia belum berkualitas baik. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa semakin tua lapisan batuan sedimen yang mengandung
batubara, maka semakin tinggi rank (peringkat) dari baubara tersebut.
6. Jenis Tumbuh-Tumbuhan
Present
is the key to the past merupakan salah satu konsep geologi yang mampu
menjelaskan kaitan antara mutu batubara dengan tumbuhan semula yang merupakan
bahan utama pembentuk batubara. Batubara yang terbentuk dari tumbuhan keras dan
berumur tua akan lebih baik debandingkan dengan batubara yang terbentuk dari
taanaman berbentuk semak dan hanya berumur semusim. Makin tinggi tingkataan
tumbuhan dan makin tua umur tumbuhan tersebut, apabila menalami proses
coalification, akan menghasilkan batubara dengan kualitas baik.
7. Proses Dekomposisi
Proses dekomposisi tumbuhan merupakan
bagian dari transformasi biokimia pada bahan organik. Selama porses
pembentukkan batubara, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik
maupun kimia. Setelah tumbuhan mati, proses degredasi biokimia lebih berperan.
Proses pembusukan (decay) kan terjadi sebagai akibat kinerja dari mikrobiologi
dalam bentuk bakteri anaerobic. Bakteri ini bekerja dalam keadaan tanpa
oksegen, menghancurkan bagaian yang lunak dari tumbuhan seperti cellulose,
protolasma, dan karbohidrat. Proses ini membuat kayu berubah menjadi lignit,
bitumina. Selama poses biokimia berlangsung, dalam keadaan kurang oksigen
mengakibatkan keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon (C) yang akan
hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan metana
(CH4). Akibat lepasnya unsur atau senyawa ini maka jumlah unsur karbon (C) akan
relatif bertambah.
8. Sejarah Setelah Pengendapan
Sejarah cekungan
tempat terjadi pembentukan batubara salah satu faktor diantaranya ditentukan
pleh posisi cekungan sedimentasi tersebut terhadap posisi geoteknik. Semakin
dekat posisi cekungan sedimentasi terhadap posisi geoteknik yang selalu
dinamis, akan mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan letak batubara
berada. Selama waktu itu pula, proses geokimia dan metamorfisme organic akan
ikut berperan dalam mengubah gambut (endapan sedimen organic yang mudah
terbakar dengan kandungan air lebih dari 75%)menjadi batubara. Apabila
dinamika geoteknik memungkinkan terjadinya pensesaran dan perlipata pada
lapisan batubara, dapat mempercepat batubara dengan rank tinggi.
Proses ini akan dipercepat pula apabila daerah tersebut mengalami proses
intrusi magmatis. Panas yang dihasilkan dari proses intrusi magmatis akan
mempercepat proses coalification, sehingga kadar C akan lebih tinggi dari H2O.
9. Struktur Geologi Cekungan
Batubara terbentuk
pada cekungan sedimentasi yang sangat luas, sehingga mencapai ratusan hingga
ribuan hektar. Dalam sejarah bumi, batuan sedimen merupakan bagian kulit bumi,
akan mengalami deformasi akibat gaya tektonik. Cekungan akan mengalami
deformasi lebih hebat apabila cekungan tersebut berada dalam satu sistem
geantiklin atau geosinklin. Akibat gaya tektonik yang terjadi pada waktu-waktu
tertentu, batubara bersama dengan batuan sedimen yang merupakan perlapisan
diantaranya akan terlipat dan tersesarkan. Proses perlipatan dan pensesaran
tersebut akan berpengaruh pada proses metamorfosis batubara dan batubara akan
menjadi lebih keras dan lapisannya terpatah-patah. Makin banyak perlipatan dan
pensesaran yang terjadi di lapisan sedimen yang mengandung batubara, secara
teoritis akan meningkatkan kualitas dari batubara tersebut. Oleh sebab itu,
pencarian batubara bermutu baik diarahkan pada daerah daerah geosinklin atau
geantiklin karena daerah tersebut tektoniknya intensif.
10. Metamorfosa Orogenik
Tingkat kedua dalam
proses pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen
baru. Apabila telah terjadi proses penimbunan, proses degradasi biokimia tidak
berperan lagi., tetapi mulai digantikan dan didominasi oleh proses dinamokimia.
Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam
berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan
senyawa kimia lainnya antara lain CO, CO2, CH4 serta gas
lainnya. Dilain pihak terjadi pertambahan presentasi karbon (C), Belerang (S)
dan kandungan abu. Peningkatan mutu batubara sangat ditentukan oleh facktor
tekanan dan waktu. Tekanan dapat diakibatkan oleh lapisan sedimen penutup yang tebal
atau karena adanya tektonik. Makin lama selang waktu dari mulai bergradasi
sampai terbentuk batubara, maka makin baik mutu dari batubara yang diperoleh.
Faktor tersebut dapat mempercepat proses metamorfosa organik. Proses ini akan
mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan kimia, fisika dan
tampak pula pada sifat optiknya (Sukandarrumidi, 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar