Kamis, 20 Maret 2014

GEOLOGI REGIONAL UNGARAN


GEOLOGI REGIONAL UNGARAN


1.         Geologi Regional
            1.1       Fisiografi Regional
       Pulau Jawa secara fisiografi dan struktural, dibagi atas empat bagian utama             (Bemmelen, 1970) yaitu: – Sebelah barat Cirebon (Jawa Barat) – Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang) – Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya) – Cabang sebelah timur Pulau Jawa, meliputi Selat Madura dan Pulau Madura Jawa Tengah merupakan bagian yang sempit di antara bagian yang lain dari Pulau Jawa, lebarnya pada arah utara-selatan sekitar 100 – 120 km. Daerah Jawa Tengah tersebut terbentuk oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur Pegunungan Bogor di sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di sebelah timur serta Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan dari Depresi Bandung di Jawa Barat.
         Pegunungan Serayu Utara memiliki luas 30-50 km, pada bagian barat dibatasi oleh Gunung Slamet dan di bagian timur ditutupi oleh endapan gunung api muda dari Gunung Rogojembangan, Gunung Prahu dan Gunung Ungaran.
           Gunung Ungaran merupakan gunung api kuarter yang menjadi bagian paling timur dari Pegunungan Serayu Utara. Daerah Gunung Ungaran ini di sebelah utara berbatasan dengan dataran aluvial Jawa bagian utara, di bagian selatan merupakan jalur gunung api Kuarter (Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Merbabu), sedangkan pada bagian timur berbatasan dengan Pegunungan Kendeng (Gambar 2.1). Bagian utara Pulau Jawa ini merupakan geosinklin yang memanjang dari barat ke timur (Bemmelen, 1970).



 
(Gambar 1.1Sketsa fisiografi Pulau Jawa bagian tengah ,Bemmelen,1943 vide Bemmelen, 1970, dengan modifikasi)

            2.2       Stratigrafi Regional
           Secara lebih rinci, fisiografi Pegunungan Serayu Utara dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian barat (Bumiayu), bagian tengah (Karangkobar) dan bagian timur (Ungaran). Dalam Bemmelen (1970) diuraikan bahwa stratigrafi regional Pegunungan Serayu Utara bagian timur (Gunung Ungaran dan sekitarnya) dari yang tertua adalah sebagai berikut:
1.Lutut Beds Endapan ini berupa konglomerat dan batugamping dengan fosil berupa Spiroclypeus, Eulipidina, Miogypsina dengan penyebaran yang sempit. Endapan ini menutupi endapan Eosen yang ada di bawahnya.endapan ini berumur Oligo-Miosen.
2. Merawu Beds Endapan ini merupakan endapan flysch yang berupa perselangselingan lempung serpihan, batupasir kuarsa dan batupasir tufaan dengan fosil Lepidocyclina dan Cycloclypeus. Endapan ini berumur Miosen Bawah.
3. Panjatan Beds Endapan ini berupa lempung serpihan yang relatif tebal dengan kandungan fosil Trypliolepidina rutteni, Nephrolepidina ferreroi PROV., N. Angulosa Prov., Cycloclypeus sp., Radiocyclocypeus TAN., Miogypsina thecideae formis RUTTEN. Fosil yang ada menunjukkan Miosen Tengah.
4. Banyak Beds Endapan ini berupa batupasir tufaan yang diendapkan pada Miosen Atas.
5.Cipluk Beds Endapan ini berada di atas Banyak Beds yang berupa napal yang berumur Miosen Atas.
6. Kapung Limestone Batugamping tersebut diendapkan pada Pliosen Bawah dengan dijumpainya fosil Trybliolepidina dan Clavilithes sp. Namun fosil ini kelimpahannya sangat sedikit.
7. Kalibluk Beds Endapan ini berupa lempung serpihan dan batupasir yang mengandung moluska yang mencirikan fauna cheribonian yang berumur Pliosen Tengah.
8.Damar Series Endapan ini merupakan endapan yang terbentuk pada lingkungan transisi. Endapan yang ada berupa tuffaceous marls dan batupasir tufaan yang mengandung fosil gigi Rhinocerous, yang mencirikan Pleistosen awal-Tengah.
9.Notopuro Breccias Endapan ini berupa breksi vulkanik yang menutupi secara tidak selaras di atas endapan Damar Series. Endapan ini terbentuk pada Pleistosen Atas.
10.Alluvial dan endapan Ungaran Muda Endapan ini merupakan endapan alluvial yang dihasilkan oleh proses erosi yang terus berlangsung sampai saat ini (Holosen). Selain itu juga dijumpai endapan breksi andesit yang merupakan produk dari Gunung Ungaran Muda. Menurut Budiardjo et. al. (1997), stratigrafi daerah Ungaran dari yang tua ke yang muda adalah sebagai berikut:
1.Batugamping volkanik
2.Breksi volkanik III
3.Batupasir volkanik
4.Batulempung volkanik
5.Lava andesitik
6.Andesit porfiritik
7.Breksi volkanik II
8.Breksi volkanik I
9.Andesit porfiritik
10.Lava andesit
11.Aluvium


 
(Gambar 1.2 Peta geologi regional daerah Ungaran , Budiardjo, et. al., 1997)


            3.1       Tatanan Tektonik
                        3.1.1    Tektonik Regional
                        Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut – Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur – Barat (E-W) sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut. Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya.
             Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra-Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur.
             Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.
                        Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sear-sear dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.
                                    Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir.
                        Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.
                        Fakta lain yang harus dipahami ialah bahwa akibat dari pola struktur dan persebaran tersebut dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang tertentu pula. Penampang stratigrafi yang diberikan oleh Kusumadinata, 1975 dalam Pulunggono, 1994 menunjukkan bahwa ada dua kelompok cekungan yaitu Cekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa Utara bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian Karimun Jawa.
             Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa sesar-sesar dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan yang terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peran struktur yang berarah timur-barat lebih dominan.
                        Pada Akhir Cretasius terbentuk zona penunjaman yang terbentuk di daerah Karangsambung menerus hingga Pegunungan Meratus di Kalimantan. Zona ini membentuk struktur kerangka struktur geologi yang berarah timurlaut-baratdaya. Kemudian selama tersier pola ini bergeser sehingga zona penunjaman ini berada di sebelah selatan Pulau Jawa. Pada pola ini struktur yang terbentuk berarah timur-barat.
             Tumbukkan antara lempeng Asia dengan lempeng Australia menghasilkan gaya utama kompresi utara-selatan. Gaya ini membentuk pola sesar geser (oblique wrench fault) dengan arah baratlaut-tenggara, yang kurang lebih searah dengan pola pegunungan akhir Cretasisus.
                                    Pada periode Pliosen-Pleistosen arah tegasan utama masih sama, utara-selatan. Aktifitas tektonik periode ini menghasillkan pola struktur naik dan lipatan dengan arah timur-barat yang dapat dikenali di Zona Kendeng.
                        a.         Volkanisme
            Posisi pulau Jawa dalam kerangka tektonik terletak pada batas aktif (zona penunjaman) sementara berdasarkan konfigurasi penunjamannya terletak pada jarak kedalaman 100 km di selatan hingga 400 km di utara zona Benioff. Konfigurasi memberikan empat pola busur atau jalur magmatisme, yang terbentuk sebagai formasi-formasibatuan beku dan volkanik. Empat jalur magmatisme tersebut menurut Soeria Atmadja dkk., 1991 adalah :
        1. Jalur volkanisme Eosen hingga Miosen Tengah, terwujud sebagai Zona Pegunungan Selatan.
    2. Jalur volkanisme Miosen Atas hingga Pliosen. Terletak di sebelah utara jalur Pegunungan Selatan. Berupa intrusi lava dan batuan beku.
        3. Jalur volkanisme Kuarter Busur Samudera yang terdiri dari sederetan gunungapi              aktif.
      4. Jalur volkanisme Kuarter Busur Belakang, jalur ini ditempati oleh sejumlah gunungapi yang berumur Kuarter yang terletak di belakang busur volkanik aktif sekarang.

                        b.         Magmatisme Pra Tersier
                  Batuan Pra-Tersier di pulau Jawa hanya tersingkap di Ciletuh, Karang Sambung dan Bayat. Dari ketiga tempat tersebut, batuan yang dapat dijumpai umumnya batuan beku dan batuan metamorf. Sementara itu, batuan yang menunjukkan aktifitas magmatisme terdiri atas batuan asal kerak samudra seperti, peridotite, gabbro, diabase, basalt toleit. Batuan-batuan ini sebagian telah menjadi batuan metamorf.
                        c.         Magmatisme Eosen
                          Data-data yang menunjukkan adanya aktifitas magmatisme pada Eosen ialah adanya Formasi Jatibarang di bagian utara Jawa Barat, dike basaltik yang memotong Formasi Karang Sambung di daerah Kebumen Utara, batuan berumur Eosen di Bayat dan lava bantal basaltik di sungai Grindulu Pacitan. Formasi Jatibarang merupakan batuan volkanik yang dapat dijumpai di setiap sumur pemboran. Ketebalan Formasi Jatibarang kurang lebih 1200 meter. Sementara di daerah Jawa Tengah dapat ditemui di Gunung Bujil yang berupa dike basaltik yang memotong Formasi Karang Sambung, di Bayat dapat ditemui di kompleks Perbukitan Jiwo berupa dike basaltik dan stok gabroik yang memotong sekis kristalin dan Formasi Gamping-Wungkal.
                        d.         Magmatisme Oligosen-Miosen Tengah
                 Pulau Jawa terentuk oleh rangkaian gunungapi yang berumur Oligosen-Miosen Tengah dan Pliosen-Kuarter. Batuan penyusun terdiri atas batuan volkanik berupa breksi piroklastik,breksi laharik, lava, batupasir volkanik tufa yang terendapkan dalam lingkungan darat dan laut. Pembentukan deretan gunungapi berkaitan erat dengan penunjaman lempeng samudra Hindia pada akhir Paleogen. Menurut Van Bemmelen (1970) salah satu produk aktivitas volkanik saat itu adalah Formasi Andesit Tua.
                        e.         Magmatisme Miosen Atas-Pliosen
                                       Posisi jalur magmatisme pada periode ini berada di sebelah utara jalur magmatisme periode Oligosen-Miosen Tengah. Pada periode in aktivitas magmatisme tidak terekspresikan dalam bentuk munculnya gunungapi, tetapi berupa intrusi-intrusi seperti dike, sill dan volkanik neck. Batuannya berkomposisi andesitik.
                        f.          Magmatisme Kuarter
                     Pada periode aktifitas kuarter ini magmatisme muncul sebagai kerucut-kerucut gunungapi. Ada dua jalur rangkaian gunungapi yaitu : jalur utama terletak di tengah pulau Jawa atau pada jalur utama dan jalur belakang busur. Gunungapi pada jalur     utama ersusun oleh batuan volkanik tipe toleitik, kalk alkali dan kalk alkali kaya potasium. Sedangkan batuan volkanik yan terletak di belakan busur utama berkomposisi shoshonitik dan ultra potasik dengan kandungan leusit.
                        g.         Magmatisme Belakang Busur
                   Gunung Ungaran merupakan magmatisme belakang busur yang terletak di Kota Ungaran, Jawa Tengah dengan ketinggian sekitar 2050 meter di atas permukaan laut. Secara geologis, Gunung Ungaran terletak di atas batuan yan tergabung dalam Formasi batuan tersier dalam Cekungan Serayu Utara di bagian barat dan Cekungan Kendeng di bagian utara-timur. Gunung Ungaran merupakan rangkaian paling utara dari deretan gunungapi (volcanic lineament) Gunung Merapi-Gunung Merbabu-Gunung Ungaran. Beberapa peneliti menyatakan bahwa fenomena itu berkaitan dengan adanya patahan besar yan berarah utara-selatan.
                 Komposisi batuan yang terdapat di Gunung Ungaran cukup bervariasi, terdiri dari basal yang mengandung olivin, andesit piroksen, andesit hornblende dan dijumpai juga gabro. Pada perkembangannya, Gunung Ungaran mengalami dua kali pertumbuhan, mulanya menghasilkan batuan volkanik tipe basalt andesit pada kala Pleistosen Bawah. Perkembangan selanjutnya pada Kala Pleistosen Tengah berubah menjadi cenderung bersifat andesit untuk kemudian roboh. Pertumbuhan kedua mulai lagi pada Kala Pleistosen Atas dan Holosen yang menghasilkan Gunung Ungaran kedua dan ketiga. Saat ini Gunung Ungaran dalam kondisi dormant.

            3.2       Tatanan Tektonik Daerah Ungaran
       Gunung Ungaran selama perkembangannya mengalami ambrolan-tektonik yang diakibatkan oleh pergeseran gaya berat karena dasarnya yang lemah (Gambar 2.3 dan 2.4). Gunung Ungaran tersebut memperlihatkan dua angkatan pertumbuhan yang dipisahkan oleh dua kali robohan (Zen dkk., 1983). Ungaran pertama menghasilkan batuan andesit di Kala Pliosen Bawah, di Pliosen Tengah hasilnya lebih bersifat andesit dan berakhir dengan robohan. Daur kedua mulai di Kala Pliosen Atas dan Holosen. Kegiatan tersebut menghasilkan daur ungaran kedua dan ketiga.
            Struktur geologi daerah Ungaran dikontrol oleh struktur runtuhan (collapse structure) yang memanjang dari barat hingga tenggara dari Ungaran. Batuan volkanik penyusun pre-caldera dikontrol oleh sistem sesar yang berarah barat laut-barat daya dan tenggara-barat daya, sedangkan batuan volkanik penyusun post-caldera hanya terdapat sedikit struktur dimana struktur ini dikontrol oleh sistem sesar regional (Budiardjo et al. 1997).


  
(Gmbar 1.3 Blok diagram struktur volkano-tektonik Ungaran Tua (akhir Pleistosen), Bemmelen,1943 vide Bemmelen, 1970 dengan perubahan)

Rabu, 19 Maret 2014

MANFAAT BATUBARA


MANFAAT BATUBARA

            Sampai saat ini batubara ditambang di berbagai belahan dunia karena merupakan sumber energi . Berbagai industri menggunakan batubara untuk kebutuhan energi mereka. Meskipun banyak kekhawatiran mengenai keselamatan para penambang dan efeknya pada lingkungan, pertambangan batubara terus tumbuh hingga hari ini. Berikut adalah berbagai keuntungan yang ditawarkan oleh pertambangan batu bara :
1.    Pertambangan batubara menyediakan ketersediaan energi 
            Batubara dianggap sebagai salah satu dari banyak mineral yang melimpah di dunia. Karena kelimpahan, banyak negara dan / atau industri bergantung pada batubara untuk kebutuhan energi mereka. Batubara dapat ditemukan di berbagai bagian AS dan di negara lain membuatnya tersedia untuk dikonsumsi. Hal ini berbeda dengan ketersediaan sumber energi lain seperti minyak atau gas alam.
2.    Batubara menyediakan kemudahan penggunaan
            Ini adalah salah satu keuntungan terbesar batubara dibandingkan sumber energi lainnya. Setelah pertambangan batubara, hanya satu yang secara harfiah membakar  untuk dapat memanfaatkannya. Sumber energi lain harus diproses atau melalui beberapa tahapan persiapan dan perbaikan sebelum itu dapat berguna untuk orang. Minyak, misalnya perlu diproses dan disempurnakan sebelum dapat mencapai tujuannya. Dan karena batubara juga menyediakan kemudahan penyimpanan, dapat langsung digunakan ketika itu menjadi kebutuhan.
3.    Batubara menyediakan sumber energi yang murah
            Bila dibandingkan dengan sumber energi lainnya, batubara dianggap yang termurah. Itu sebabnya mengapa beberapa negara mengandalkan batubara meskipun ada beberapa efek terhadap lingkungan. Energi merupakan syarat utama dalam hampir di setiap negara karna apa pun yang muncul lebih murah selalu diharapkan. Penduduk bumi semakin besar dari hari ke hari dan dengan kelangkaan dan biaya sumber energi lainnya, banyak negara telah mendukung pertambangan batubara menjadi produsen energi utama mereka. Hal ini juga menyatakan bahwa seluruh industri produksi batubara lebih banyak membuat lapangan pekerjaan dari pertambangan hingga perdagangan dan distribusi. Semua ini akan menerjemahkan  manfaat dari batubara  tidak hanya untuk pengguna akhir maupun masyarakat tetapi juga untuk seluruh negeri.



                 Masyarakat modern membutuhkan energi listrik untuk berbagai keperluan seperti kebutuhan konsumsi rumah tangga, penerangan umum, penggerak sarana transportasi, penggerak mesin-mesin industri, dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka di bangunlah pusat-pusat pembangkit listrik berkapasitas tinggi.
            Dari beberapa pembangkit listrik yang eroperasi di permukaan bumi, PLTU berbahan bakar batubara masih merupakan system pembangkit yang paling banyak dioperasikan dimuka bumi karena mampu memproduksi listrik dengan biaya yang paling murah. Biaya operasi PLTU batubara kurang lebih 30% lebih rendah dibandingkan dengan sistem pembangkit listrik lainnya yang saat ini beroperasional. Cepatnya proses industrialisasi dalam berbagai sektor dimuka bumi yang juga telah meningkatkan jumlah konsumsi bahan bakar fosil ini. Berkaitan dengan masalah ini, batubara merupakan salah satu sumber energi andalan yang utama yang merupakan penyelamat dalam memenuhi dalam memenuhi kebutuhan energy listrik hingga beberapa dekade mendatang
Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar atau sumber energi yang sangat berharga. Berdasarkan cara penggunaannya, energi yang dihasilkan oleh batubara dapat di klasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.  Penghasil energi primer apabila batubara di gunakan dalam industri, misalnyal  sebagai bahan bakar industri semen, pembakaran batu kapur, penggerak lokomotif, kapal dan lain sebagainya.
2. Penghasil energi sekunder apabila energi yang terkandung dalam betubara  dikonfersikan menjadi energ dalam bentuk lain, misal dibakar dalam PLTU untuk menghasilkan energ listrik, diubah menjadi bahan bakar cair untuk kendaraan bermotor dan sebagainya (Gambar 4.1).



Gambar 4.1  Proses Batubara Sebagai Pembangkit Tenaga Listrik 

            Masyarakat memakai batubara baik untuk keperluan pembangkit listrik tenaga uap, bahan bakar industry semen, briket batubara dan yang lain sebagainya, menyadari bahwa pemanfaatan betubara mempunyai beberapa kelebihan yaitu:
1.   Adanya penekanan biaya karena harga persatuan energy yang di hasilkan  batubara lebih murah di bandingkan dengan bahan bakar lainnya.
2.    Persediaan batubara tersebar di seluruh dunia dan umumnya Negara-negara industry memiliki sumber daya alam tersebut.
3.    Diantara bahan bakar hidrokarbon, batubara mempunyai persediaan yang paling melimpah di dunia, dan masih dapat di andalkan sebagai sumber energy hingga memasuki abad ke-22 nanti.
4.    Teknologi ntuk penambangan dapat di timbun dan dapat di distribusikan ke berbagai tempat dengan cara yang cukup mudah dan aman.
            Batubara juga bisa dijadikan alternatif dalam industri rumah tangga. Batu bara bisa dijadikan alternatif untuk menggantikan Minyak Tanah yang harganya melonjak (Tabel 4.1). Briket Batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari Batubara dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket Batubara mampu menggantikan sebagian dari kegunaan Minyak Tanah sepeti untuk : Pengolahan Makanan, Pengeringan, Pembakaran dan Pemanasan. Bahan baku utama Briket Batubara adalah Batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia dan mempunyai cadangan untuk selama lebih kurang 150 tahun. Teknologi pembuatan Briket tidaklah terlalu rumit dan dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta dalam waktu singkat. Sebetulnya di Indonesia telah mengembangkan Briket Batubara sejak tahun 1994 namun tidak dapat berkembang dengan baik mengingat Minyak Tanah masih disubsidi sehingga harganya masih sangat murah, sehingga masyarakat lebih memilih Minyak Tanah untuk bahan bakar sehari-hari. Namun dengan kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005, mau tidak mau masyasrakat harus berpaling pada bahan bakar alternatif yang lebih murah seperti Briket Batubara (Tabel 4.2).
            Keunggulan Briket Batubara adalah  lebih murah, panas yang tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untuk pembakaran yang lama, tidak beresiko meledak/terbakar, tidak mengeluarkan suara bising serta tidak berjelaga dan sumber Batubara berlimpah. Namun demikian Briket memiliki keterbatasan yaitu waktu penyalaan awal memakan waktu 5 – 10 menit dan diperlukan sedikit penyiraman minyak tanah sebagai penyalaan awal, Briket Batubara hanya efisien jika digunakan untuk jangka waktu diatas 2 jam.


Parameter
Minyak Tanah
Briket
Nilai Kalori
9.000 kkal/ltr
5.400 kkal/kg
Ekivalen
1 ltr
1,60 kg
Biaya
Rp. 2.800
Rp. 1.300
Tabel 4.1  Parameter Antara Minyak Tanah dan Briket


Penggunaan
Minyak Tanah
Briket
Penghematan
Rumah tangga
3 ltr/hari
Rp. 9000/hari
Rp. 5400/hari
Rp. 3600/hari
Warung Makan
10 ltr/hari
Rp. 30.000/hari
Rp. 18.000/hari
Rp. 12.000/hari
Industri Kecil
25 ltr/hari
Rp. 75.000/hari
45.000/hari
Rp. 30.000/hari
Industri Menengah
1000 ltr/hari
Rp. 2.000.000/hari
Rp. 1.502.450/hari
Rp. 497.550/hari
Tabel 4.2  Perbandingan Pemakaian Minyak Tanah dengan Briket

            Dengan adanya batubara juga dapat mendukung perkembangan ekonomi, antara lain:
1.      Pekerja yang sebelumnya harus mengumpulkan bahan bakar dapat bebas melakukan kegiatan yang lebih produktif seperti dalam industri pertanian dan pabrik. Kegiatan tersebut meningkatkan pendapatan rumah tangga, pasokan tenaga kerja dan kapasitas produksi dari perkembangan ekonomi.
2.      Pengumpulan bio massa yang intensif untuk bahan bakar konsumsi rumah tangga dalam banyak hal menurunkan produktivitas lahan pertanian – melalui penggundulan (dengan memotong pohon pohon) atau melalui penghilangan lahan subur (dengan mengumpulkan kotoran hewan).
3.      Pembakaran yang tidak efisien dari bahan bakar non konvensional, terutama dari dalam rumah yang tidak memiliki cerobong asap, dapat menimbulkan komplikasi kesehatan. Membuat rumah tangga menggunakan sumber daya energi moderen akan meningkatkan kesehatan dan produktivitas.
4.      Pengadaan listrik untuk rumah tangga berguna untuk penggunaan alat-alat modern – seperti mesin cuci – dan penerangan yang akan meningkatkan produktivitas industri kecil dan waktu senggang.